Ibu, Samudera Kasih Sayang Tak Bertepi



 

“Seorang ibu bisa merawat 10 anaknya, tapi 10 anak belum tentu bisa merawat seorang ibu”.


Tak mungkin bisa disangkal, pepatah ini memang benar adanya. Seorang ibu seperti samudera kasih sayang tak bertepi, beliau bisa menghidupi berapapun banyak anaknya dengan cara apapun, bahkan ibu rela tak makan demi untuk diberikan kepada anaknya.


Banyak sudah kisah nyata dalam kehidupan kita sehari-hari bagaimana perjuangan orang tua merawat, membesarkan dan mendidik anak-anaknya. Perjuangan mereka kadang tak mudah tapi bagaimanapun mereka akan tetap berusaha.


Begitu juga dengan ibu saya, beliau yang melahirkan saya, biarpun saya dan saudara-saudara tak tumbuh besar dalam pangkuan beliau tapi kasih sayangnya selalu tetap kami rasakan.


Sejak kecil kami memang sudah kehilangan figur seorang ayah, bahkan sejak saya masih bayi. Tak apa, toh kami sudah terbiasa bertahan tanpanya. Dulu mungkin kakak-kakak saya sempat memiliki memori bersamanya tapi saya tidak, saya tak membencinya. Haruskah saya membencinya? Apa yang harus saya benci? Bahkan saya saja tak mengenalnya!


 

Ibu, samudera kasih sayang tak bertepi.

Langkah kakinya sudah tak sama lagi dengan dulu, sakit linu di kaki membuat langkah beliau sedikit berbeda dari sebelumnya. Keriput di wajahnya pun menunjukkan usianya yang sudah tak muda lagi, tapi wajahnya tetap teduh mengasihi. Garis-garis di tangannya seolah bercerita begitu tak mudah menghidupi 4 orang anak yang masih kecil-kecil sendirian.


Ibu memang jarang pulang, tak tentu sebulan sekali bahkan lebih. Dan pelukan erat tiap kali beliau berangkat kembali bekerja rasanya masih sama seperti dulu waktu saya masih kecil yang selalu menangis tiap kali beliau berangkat. Masih rindu, tentu saja.


Di usianya yang mendekati 60 tahun, ibu belum mau berhenti bekerja mungkin karena sudah menjadi rutinitas hariannya. Kami anak-anaknya sering meminta ibu untuk berhenti bekerja dan di rumah saja bersama kami, tapi ibu selalu menjawab “nek sek kuat kerjo tak kerjo nak, gae ngungsi mangan ku dewe”. Maksudnya “kalau masih kuat kerja ibu masih mau kerja terus, setidaknya untuk makan ibu nggak minta ke anak-anaknya.


Mungkin ibu berfikiran demikian karena melihat kondisi finansial kami yang belum stabil? Tapi bukankah Allah akan mencukupi rizki tiap manusia asal mereka mau berusaha, jadi apapun keadaannya kelak nanti saat ibu sudah mau berhenti bekerja dan berkumpul bersama kami, semoga kami mampu membahagiakan beliau.

Terima kasih Ibu, kau lah samudera kasih sayang tak bertepi.

 

 

Fionaz
Fionaz Hanya manusia biasa yang berusaha jadi bermanfaat untuk sesama. Seorang freelance writer dan blogger, untuk kerja sama bisa dihubungi melalui email: fionazisza03@gmail.com

Posting Komentar untuk "Ibu, Samudera Kasih Sayang Tak Bertepi"