Desa Pancasila Balun, Mengajarkan Persatuan Antar Umat Beragama
Pic by okezone.com |
Desa Pancasila Balun, Mengajarkan Persatuan Antar Umat Beragama - Belajar sejarah memang nggak akan ada habisnya untuk dikulik lebih dalam. Menurut saya belajar sejarah itu menyenangkan karena kita bisa mengetahui kisah-kisah pada jaman dahulu sambil membayangkan bagaimana kejadian pada masa tersebut yang tentunya jelas sangat jauh berbeda dengan jaman sekarang.
Setelah sebelumnya saya pernah menulis sedikit tentang desa wisata sendang duwur yang sudah dinobatkan sebagai desa wisata dengan berbagai keunikan, kali ini saya ingin membahas tentang desa Balun yang juga memiliki keunikan tersendiri dalam hal budaya serta toleransi antar umat beragama.
Desa Balun itu sendiri merupakan desa yang terletak di kecamatan Turi kabupaten Lamongan, letaknya hanya sekitar 4 KM dari pusat kota Lamongan. desa ini juga biasa disebut dengan desa Pancasila karena disini terdapat 3 agama yang bisa hidup berdampingan dengan rukun dan damai juga dilandasi toleransi yang luar biasa dan rumah ibadahnya juga sangat berdekatan.
Sejarah Singkat Desa Balun
Desa Balun merupakan desa tua yang memiliki berbagai nilai sejarah, pada jaman dahulu desa ini awalnya bernama desa Candipari tapi karena menghormati jasa mbah Alun yang dulunya ialah seorang raja Blambangan yang memerintah pada tahun 1633-1639, saat Blambangan diserang beliau kemudian melarikan diri dari kejaran Mataram dan Belanda.
Di tempat persembunyiannya ini beliau sengaja menyembunyikan identitasnya, karena menguasai ilmu Fiqh, Tafsir, Laduni, Syariat dan Tasawuf hasil gemblengan dari Pesantren Giri Kedaton, beliau lalu menjadi ulama dengan sebutan Raden Alun atau Sin Arih Sunan Tawang Alun I. Raden Alun dikenal sebagai pribadi yang tegas, cerdas, kesatria, alim, arif, persuatif dan yang paling menonjol ialah sifat toleransinya kepada orang lain, budaya lokal dan juga sikap toleransinya terhadap agama lain. Beliau kemudian meninggal pada tahun 1654 dan setelah itu desa ini kemudian berganti nama menjadi desa Balun untuk menghormati jasa beliau.
Jarak desa Balun dengan tempat tinggal saya terhitung cukup dekat lho teman, hanya sekitar 17 KM dengan waktu tempuh sekitar 30menit saja. Jalan yang bisa dilewati juga ada dua, pertama lewat jalanan kecil di belakang desa melewati rawa dan persawahan, sebenarnya kalau lewat jalan ini terhitung lebih dekat tapi jalannya kecil terbuat dari paving dan kadang rusak berbatu jadi waktu tempuhnya jadi sama saja dengan yang lewat jalan raya.
Waktu saya kecil, saya sering diajak oleh keluarga besar untuk ziarah ke makam yang ada di desa Balun. Jujur saya sendiri waktu itu belum tau siapa sosok yang kami ziarahi ini dan setelah dewasa barulah saya paham kami ziarah ke makam mbah Alun, Raden Alun atau Sin Arih Sunan Tawang Alun I, sampai saat ini makam mbah Alun masih ramai diziarahi orang-orang sekitar Lamongan bahkan dari luar daerah terutama pada hari Jumat Kliwon.
Pic by kaskus |
Desa Multi Budaya
Di desa Balun ini kita bisa menemukan keindahan toleransi umat beragama. Pasca G 30S PKI yang tepatnya pada tahun 1967 agama Kristen dan Hindu mulai masuk dan berkembang di desa Balun.
Masuknya agama Kristen berawal dari adanya pembersihan dari orang-orang yang terlibat dengan PKI termasuk juga para pamong atau perangkat desa yang diduga terlibat. Karena terjadi kekosongan pada pemerintahan desa jadi untuk menjaga dan menjalankan pemerintahan desa ditunjuklah seorang prajurit yang kemudian menjabat sementara di desa Balun.
Prajurit yang ditunjuk tersebut bernama pak Batih yang merupakan pemeluk agama Kristen. Nah dari sinilah Kristen mulai dapat pengikut, pak Batih pun lalu mengundang pendeta untuk membaptis para pengikut baru ini. di desa Balun, agama Kristen bisa diterima dengan baik karena sikap toleransi yang tinggi dengan masyarakat dan mereka juga tidak melakukan dakwah dengan ancaman ataupun kekerasan.
kemudian pada tahun yang sama yaitu 1967 agama Hindu juga masuk ke desa Balun yang dibawa oleh pendatang dari desa tetangga yaitu desa Plosowahyu. Tokoh sesepuh Hindu tersebut ialah bapak Tahardono Sasmito. Seperti hal nya masuknya agama Kristen, masuknya agama Hindu juga tidak menyebabkan gejolak di masyarakat dan masyarakat bisa menyambut baik agama Kristen dan Hindu hidup berdampingan dengan agama Islam di desa Balun.
Masuknya para pemeluk agama baru ini pada awalnya disebabkan karena ketertarikan pribadi dan tanpa paksaan, Kristen dan Hindu berkembang secara perlahan, awalnya mereka melakukan sembahyang di rumah tokoh-tokoh agama masing-masing, lalu karena bertambahnya pengikut baru maka mereka secara mulai membangun tempat ibadah sederhana lalu seiring berjalannya waktu sekarang sudah berdiri gereja dan pura yang megah.
Sekarang ini agama Islam masih menjadi agama mayoritas di desa Balun, pemeluk agama Islam sekitar 75%, agama Kristen sekitar 18%, dan agama Hindu sekitar 7% dari total penduduk sekitar 4.644 jiwa. Tapi biarpun begitu, tidak ada pengelompokan tempat tinggal atau apapun semua hidup membaur dengan rukun dan damai.
Toleransi yang dijunjung tinggi
Toleransi yang tinggi melahirkan budaya-budaya khas yang biasa dilakukan masyarakat desa Pancasila Balun. Seperti saat datang ke suatu hajatan, para kaum perempuan banyak yang memakai kerudung (bukan jilbab) dan para pria juga banyak yang memakai kopyah atau peci padahal agama mereka belum tentu Islam. Jadi bisa dibilang kopyah dan kerudung ini sudah menjadi simbol budaya yang diinterpretasikan untuk menghormati pesta hajatan masyarakat.
Kalau ada keluarga yang meninggal bagi umat Islam biasanya melakukan selamatan (Kirim doa untuk orang yang sudah meninggal) nah di desa Balun ini mereka akan mengundang tetangga dan kerabatnya termasuk mereka yang beragama Kristen dan Hindu. Jadi memenuhi undangan merupakan sesuatu yang penting untuk dilakukan karena rasa toleransi itu sendiri, kalaupun mereka sedang berhalangan hadir maka biasanya mereka akan pamitan sebelumnya.
Saat menyambut bulan Ramadhan atau hari raya umat Islam lainnya, umumnya masyarakat mengadakan selamatan. di desa Balun juga mengadakan hal yang sama bahkan juga dilakukan oleh masyarakat yang beragama Kristen dan Hindu. jadi hal seperti ini lebih dimaksudkan sebagai tindakan sosial untuk menghargai dan menghormati para pemeluk agama Islam, begitu juga saat umat muslim menjalankan ibadah puasa Ramadhan, para pemuda Kristen dan Hindu juga ikut membagikan takjil.
Kalau sedang melakukan hajatan juga begitu, mereka akan berbondong-bondong menghadiri hajatan dan saling membantu (rewang) tanpa memandang agama si pemilik hajat dan saling menghormati dan menghargai biarpun yang memimpin doa bukan dari agama yang sama. Bukan hanya dari rumah yang berbeda, di dusun Balun ini juga bisa kita temui satu rumah dengan tiga agama yang berbeda dan hidup dengan damai.
Desa Pancasila Balun ini sangat menjunjung tinggi toleransi ya, ini karena sikap toleransi dalam keberagaman sudah ditanamkan sejak kecil jadi generasi muda juga meneruskan apa yang sudah diajarkan para orang tua mereka.
28 komentar untuk "Desa Pancasila Balun, Mengajarkan Persatuan Antar Umat Beragama"
Pancasila banget ya
di keluarga saya misalnya, ada yang beragam Katolik, Islam dan Kristen (Kristen berbeda dengan Katolik)
dan kita baik2 aja tuh, saling menghormati hari besar keagamaan
keluarga ibuku Hindu semua, cuma ibu yang masuk Islam tapi allhamdulillah kami saling menyayangi satu sama lain
Kalo di Bali udah banyak yg kayak gini. Salah satunya di Tuban Kuta, sama di Jimbaran Nusa Dua. Rumah-rumah ibadah berderet-deret. Azan dan Puja Trisandya bergantian mengalun setiap subuh, zuhur, dan maghrib.
Bisa jadi contoh juga untuk hidup berdampingan dalam toleransi dan silaturahmi yang baik