Yuyun Ahdiyanti, Srikandi Ntobo yang Menenun Harapan dari Benang dan Cinta

 

Yuyun Ahdiyanti
Yuyun Ahdiyanti dengan kain tenun Bima (pic by Good News from Indonesia)

Yuyun Ahdiyanti - Srikandi Ntobo yang Menenun Harapan dari Benang dan Cinta - Di sebuah sudut kecil di Bima, Nusa Tenggara Barat, ada kampung bernama Ntobo. Kampung yang seolah masih hidup dalam ritme waktu yang lembut dengan desir angin, suara kayu beradu, dan helai-helai benang yang menari di antara tangan-tangan perempuan. Di sinilah, kisah tentang Yuyun Ahdiyanti bermula. Bukan kisah yang berawal dari kemewahan, tapi dari cinta sederhana pada tradisi dan semangat untuk bertahan.

 

Awal dari Sebuah Kesadaran

Yuyun tumbuh di tengah keluarga penenun. Sejak kecil, ia terbiasa melihat ibunya duduk berjam-jam di depan alat tenun, menyiapkan benang demi benang dengan sabar, dan menciptakan motif-motif indah yang tak sekadar kain, melainkan cerita panjang tentang budaya Bima.

Namun, seiring waktu, Yuyun mulai sadar bahwa kampung halamannya jarang disebut sebagai Kampung Tenun. Padahal, hampir setiap rumah di sana memiliki penenun, dan tangan-tangan perempuan Ntobo sudah turun-temurun menjaga warisan itu.

Sayangnya, keterampilan itu sering terhenti di batas rumah. Banyak penenun yang kesulitan mendapat modal untuk membeli bahan, dan lebih banyak lagi yang tak tahu harus menjual ke mana hasil tenunnya. Dari situlah muncul kegelisahan dan sebuah tanya mengapa kampungnya tak dikenal sebagai Kampung Tenun, padahal setiap sudutnya hidup dari benang dan motif? Pertanyaan itu kemudian menjadi awal dari perjalanan panjangnya.

 

Langkah Kecil yang Mengubah Banyak Hal

Tahun 2015 menjadi titik balik. Dengan keberanian dan sedikit rasa penasaran, Yuyun memotret kain tenun milik keluarganya lalu mengunggahnya ke media sosial. Tak disangka, unggahan sederhana itu membuka pintu besar, orang-orang mulai tertarik, bahkan banyak yang memesan kain buatannya.

Pesanan demi pesanan datang, dan Yuyun mulai berpikir,
“Kalau aku bisa bantu penenun lain menjual hasil tenunnya, mungkin kami semua bisa berkembang bersama.”

Dari situ, lahirlah UKM Dina, usaha kecil yang kemudian tumbuh menjadi rumah besar bagi para penenun Ntobo. Nama Dina sendiri terinspirasi dari ibunya, sosok yang menenun bukan hanya kain, tapi juga nilai-nilai ketekunan dan kasih sayang dalam hidup Yuyun.

 

Yuyun Ahdiyanti
Yuyun Ahdiyanti bersama alat tenunnya (pic by Instagram Yuyun Kaen Tenun Bima)

Membangun UKM Dina: Menenun dengan Hati

UKM Dina bukan sekadar tempat menjual kain. Di sana, Yuyun menciptakan ekosistem baru. Ia mulai memberikan modal bergulir kepada para penenun agar mereka bisa membeli bahan tanpa takut rugi. Ia juga membantu pemasaran hasil tenun ke luar kampung, bahkan sampai ke luar daerah.

Rasa aman itulah yang membuat para penenun percaya padanya. Dari yang awalnya hanya beberapa orang, kini lebih dari 200 penenun dan 15 penjahit bergabung di bawah naungan UKM Dina. Mereka bukan hanya bekerja, tapi juga tumbuh bersama belajar tentang pengemasan, pewarnaan, hingga inovasi desain.

Kini, tenun Ntobo bukan lagi sekadar warisan, tapi juga sumber penghidupan.
Kain yang dulunya terlipat di lemari, kini melangkah ke pasar nasional bahkan menembus pasar internasional.

 

Mengenalkan Ntobo sebagai Kampung Tenun

Yuyun tahu bahwa yang ia perjuangkan bukan hanya tentang ekonomi. Ini tentang identitas — tentang bagaimana kampungnya bisa dikenal karena karya dan budayanya sendiri.
Ia ingin wisatawan datang dan menyaksikan langsung bagaimana selembar kain tenun Bima dibuat: dari proses pemintalan benang, pewarnaan alami, hingga pola yang menceritakan kisah leluhur.

Usahanya tak sia-sia. Sekarang, Ntobo dikenal sebagai Kampung Tenun. Banyak pengunjung datang untuk belajar, berbelanja, dan bahkan ikut mencoba menenun. Yuyun berhasil membuktikan bahwa perempuan bisa jadi motor penggerak di komunitasnya, bukan hanya dalam ekonomi, tapi juga dalam menjaga budaya dan membangun kebanggaan daerah.

 

Inovasi dan Kolaborasi Tanpa Henti

Dalam dunia yang terus berubah, Yuyun paham bahwa keberlanjutan tak bisa dicapai hanya dengan bertahan. Ia harus berinovasi. Karena itu, UKM Dina kini juga berkolaborasi dengan para akademisi dan pemerintah untuk mengembangkan pewarna alami dan nanopartikel agar hasil tenun lebih ramah lingkungan dan tahan lama. Selain itu, Yuyun juga aktif memberi pelatihan kepada anak-anak muda. Ia tak ingin tradisi menenun hanya jadi cerita masa lalu.

“Anak-anak muda harus tahu, menenun bukan hal kuno. Ini seni, ini budaya, dan ini masa depan,” ujarnya dalam salah satu sesi pelatihan.

 

yuyun ahdiyanti
Yuyun Ahdiyanti menerima penghargaan SATU Indonesia Award untuk kategori kewirausahaan
 (pic by Tempo)

Dari Asa ke Apresiasi

Langkah dan dedikasi Yuyun akhirnya mendapat pengakuan besar. Tahun 2024, ia menerima penghargaan SATU Indonesia Awards dari Astra, untuk kategori Kewirausahaan. Penghargaan ini bukan sekadar simbol prestasi, tapi juga bukti bahwa perubahan bisa dimulai dari satu langkah kecil, bahkan dari unggahan sederhana di media sosial.

Dengan penghargaan itu, Yuyun semakin semangat memperluas dampak UKM Dina. Ia terus membuka peluang kemitraan, memperluas jaringan, dan memperkuat branding produk agar tenun Ntobo bisa dikenal lebih luas lagi.

Kini, UKM Dina tak hanya menjual kain, tapi juga membuat produk turunan seperti tas, dompet, dan pakaian modern berbahan tenun. Semua dikerjakan dengan detail, tanpa kehilangan sentuhan tradisional.

 

Tantangan di Balik Keindahan

Meski sukses, jalan yang ditempuh Yuyun tentu tidak selalu mudah. Keterbatasan bahan baku alami, biaya produksi yang naik-turun, hingga kesulitan menjaga konsistensi kualitas menjadi tantangan sehari-hari. Namun, Yuyun selalu punya cara pandang yang menenangkan.

“Menenun itu seperti hidup. Kadang benangnya kusut, tapi kalau sabar, hasilnya akan indah,” 

Ia tahu, yang ia tenun bukan sekadar kain, tapi masa depan banyak keluarga di Ntobo.
Setiap helai benang yang dirangkai adalah harapan: agar anak-anak bisa sekolah, agar perempuan punya penghasilan, agar budaya Bima tetap hidup.

 

Benang dan Cinta yang Tak Pernah Putus

Kini, kalau kamu berkunjung ke Ntobo, kamu akan mendengar bunyi ritmis alat tenun yang seolah berdetak bersama waktu. Di setiap helai kain, ada kisah tentang tangan-tangan perempuan yang bekerja dengan cinta. Dan di tengah semuanya, ada Yuyun, perempuan sederhana yang menjahit perubahan dengan kehangatan dan tekad.

Dari benang, ia menenun asa.
Dari cinta, ia membangun kekuatan.
Dan dari kampung kecil di Bima, ia menunjukkan pada dunia bahwa warisan budaya bisa menjadi jembatan menuju masa depan.

 #APA2025-PLM


Fionaz
Fionaz Hanya manusia biasa yang berusaha jadi bermanfaat untuk sesama. Seorang freelance writer dan blogger, untuk kerja sama bisa dihubungi melalui email: fionazisza03@gmail.com

Posting Komentar untuk "Yuyun Ahdiyanti, Srikandi Ntobo yang Menenun Harapan dari Benang dan Cinta"